Merdeka Belajar
"merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir"
Merdeka Belajar adalah program baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim. Menurut Nadiem, merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir. Esensi kemerdekaan berpikir harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah terjadipembelajaran.
Pada tahun-tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi. Pembelajaran tidak lagi mengutamakan sistem pemeringkatan (ranking) yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.
Konsep Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim terdorong karena keinginannya menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu.
Pokok-pokok kebijakan Kemendikbud RI tertuang dalam paparan Mendikbud RI di hadapan para kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia, Jakarta, pada 11 Desember 2019.
Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI, yaitu:
- Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA. Berbeda dengan UN yang dilaksanakan pada akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 4, 8, dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi sekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan pendidikannya.
- Ujian akhir akan diserahkan ke sekolah. Menurut Kemendikbud, sekolah diberikan keleluasaan dalam menentukan bentuk penilaian, seperti tes tulis, tes praktik, penugasan, portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya.
- Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan waktu guru dalam pembuatan administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi.
- Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi, diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini.
Nadiem membuat kebijakan merdeka belajar bukan tanpa alasan. Pasalnya, penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada siswa Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara.
Menyikapi hal itu, Nadiem pun membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum, meliputi literasi, numerasi, dan kurvei karakter. Literasi bukan hanya mengukur kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami konsep di baliknya. Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran matematika, tetapi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menerapkan konsep numerik dalam kehidupan nyata.
Satu aspek sisanya, yakni Survei Karakter, bukanlah sebuah tes, melainkan pencarian sejauh mana penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa.
Merdeka belajar menurut Ki Hajar Dewantara:
Ki Hajar Dewantara menekankan berulang kali tentang kemerdekaan belajar. “… kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu “dipelopori”, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetap biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri…” (buku Peringatan Taman-Siswa 30 Tahun, 1922-1952). Anak pada dasarnya mampu berpikir untuk “menemukan” suatu pengetahuan.
Apa arti kemerdekaan dalam pernyataan beliau tersebut? Dalam sebuah tulisan di buku Pendidikan, beliau menyatakan “Dalam pendidikan harus senantiasa diingat bahwa kemerdekaan itu bersifat tiga macam: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur diri sendiri”. Berdiri sendiri berarti kemerdekaan belajar mengakui anak sebagai pemilik belajar. Anak mempunyai kewenangan dan inisiatif untuk belajar. Anak belajar tidak harus berhimpun dalam suatu kesatuan seperti kelas atau rombongan belajar. Tidak tergantung pada orang lain berarti anak belajar tanpa tergantung pada hadir atau tidak hadirnya orang dewasa. Dengan atau tanpa kehadiran guru di kelas atau dengan atau tanpa kehadiran orang tua di rumah, anak-anak tetap belajar. Dapat mengatur diri sendiri berarti anak mempunyai kemampuan untuk mengelola diri dan kebutuhan belajarnya. Ia dapat memilih cara dan media belajar yang sesuai dengan diri dan kondisi di sekitarnya. Ia dapat mengatur jadwal aktivitasnya untuk mencapai tujuan belajar.
Kemerdekaan belajar adalah perkara subtansial, menjadi prasyarat terpenuhinya capaian-capaian belajar yang lain. Tanpa kemerdekaan belajar, anak tidak bisa belajar gemar belajar. Tanpa kemerdekaan belajar, pendidikan budi pekerti tidak akan mencapai tujuannya karena semua perilaku bukan dilandasi kesadaran. Kemerdekaan belajar dahulu, gemar belajar kemudian.
Selamat Hari Pendidikan Nasional
Hardiknas, 2 Mei 2021
#merdekabelajar
#smpnegeri2jampangkulon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar